07/11/11

ASTAGA! Kanibalisme Ditargetkan Menjadi Solusi Makanan Langka?

Share this history on :


Menurut PBB, populasi manusia global mencapai tujuh miliar pada 31 Oktober dan akan menjadi 10 miliar pada akhir abad ini. Jelas, ada banyak mulut untuk diberi makan.

Pertumbuhan yang sangat cepat ini menimbulkan kegiatan pertanian tradisional dan pertenakan tak lagi mampu mengimbangi ledakan populasi ini. Apa jadinya jika kekurangan makanan di seluruh dunia menjadi begitu mengerikan hingga memaksa orang memakan orang?

Kanibalisme? Kedengarannya aneh. Tapi sejumlah ahli sudah membahasnya melalui sebuah fiksi ilmiah. Seperti James Cole dari University of Southampton yang menyebutkan, dalam peristiwa yang mengerikan ini, pilihan paling masuk akal pertama adalah orang tua.

Setidaknya, seperlima dari 10 miliar manusia berusia 65 tahun, dan secara fisik kurang mampu berkontribusi pada masyarakat. Untungnya, para peneliti mengatakan, makan orang tua tak akan menyelesaikan kelaparan dunia.

Dalam jangka pendek, memakan orang tua mungkin bisa memenuhi dilema mengerikan. Namun, kanibalisme dalam skala global tak akan pernah bisa bekerja untuk jangka panjang. “Jika semua orang saling memakan, spesies tak akan bertahan lama,” tambah James Cole.

Sebagian masalahnya adalah, manusia tidak memiliki banyak daging dibanding sapi, babi, rusa dan hewan lainnya. Bahkan, jika manusia melakukan diet dengan biji-bijian, hanya akan mengkonsumsi sesama manusia dengan jumlah per tahun yang lebih banyak dibanding lahirnya bayi baru.

“Bahkan jika konvensi sosial mogok sedemikian rupa di tingkat bencana kanibalisme ini, gizi manusia tak akan tercukupi bila dibandingkan dengan mamalia lain,” kata Cole. Lalu, apa yang akan menjadi sumber makanan masa depan?

Fiksi ilmiah menginspirasi hal ini. Dalam film 1973 ‘Soylent Green,’ sebuah perusahaan menjajakan jatah makanan yang diiklankan terbuat dari ganggang namun ternyata sebenarnya berasal dari mayat manusia yang diolah menjadi wafer berwarna. Pada kenyataannya, anggota spesies Homo Sapiens dan moyangnya telah lama menjadi kanibal untuk kelangsungan hidup dan alasan ritual.

“Kanibalisme tampak menjadi tradisi panjang dalam spesies,” kata Cole. Hal ini terbukti dari tanda potongan yang ditemukan pada tulang hominid yang menunjukkan moyang manusia menjadi kanibal sejak 780 ribu tahun silam, lanjutnya. Saat ini, suku-suku di Amazon dan Papua Nugini masih mempraktikkan kanibalisme ini.

“Dugaan saya, manusia tumbuh terlalu lambat dibandingkan ayam atau mamalia herbivora lain,” kata ahli biologi Steven Vogel di Duke University. Berdasarkan buku tulisannya, Vogel mengatakan, tubuh manusia rata-rata bisa memberi sekitar 20kg daging berlemak serta bagian lain yang bisa dimakan.

Jumlah tersebut diterjemahkan menjadi 60 ribu kilokalori sementara manusia membutuhkan 2-3 ribu kilokalori sehari. Jadi, satu manusia bisa memberi persedian makan yang cukup untuk 200 hari. “Populasi harus mengorbankan hampir dua dewasa tiap tahun untuk masing-masing anggota. Artinya, populasi itu sendiri akan turun hampir dua pertiga tiap tahun,” lanjutnya.

Jadi, meski kanibal tampak menjadi pilihan yang baik pada awalnya, pesta ini akan segera berubah menjadi kelaparan. “Manusia akan memilih ‘makanan’ dari kelompok secara efektif karena pasokan tak akan memenuhi permintaan,” kata Cole.

Di luar kengerian makan daging manusia dan rasa bersalah pada potensi pembunuhan, masalah yang lebih serius muncul, yakni penyakit prion. Prion merupakan protein salah lipat yang menginduksi protein lain untuk mengambil bentuk yang salah dan menyebabkan disfungsi neurologis.

Mudahnya seperti penyakit Creutzfeldt-Jakob yang berasal dari prion sapi yang memicu penyakit sapi gila. Abad yang lalu, manusia kanibal di Papua Nugini terjangkit penyakit prion yang disebut Kuru.

Prospek kanibalisme sendiri tampaknya sangat mustahil. Memang akan ada krisis Malthus atau kondisi di mana manusia melebihi produksi pangan. Menurutnya, mempercepat produksi pangan sembari menjaga lingkungan akan menjadi tantangan besar, terutama dengan adanya faktor x perubahan iklim.

“Kita terlalu meremehkan besarnya tantangan memberi makan 9-10 miliar manusia sembari melindungi kualitas lingkungan dan sumber daya alam,” ungkap profesor agronomi Ken Cassman di University of Nebraska-Lincoln.

“Meski begitu, melalui investasi yang tepat dalam penelitian, pendidikan, infrastruktur, dan pasar di seluruh dunia, tak diragukan lagi, untuk mencapai keamanan pangan dan integritas ekologi planet bisa tercapai,” kata Cassman.

Dengan kata lainnya, cucu-cucu manusia di masa depan tak perlu khawatir mengenai masalah makanan atau menjadi kanibal. “Strategi semacam ini jelas akan bertahan dan bekerja,” tutupnya.


Sumber:http://www.inilah.com/

Related Post:

0 comments:

Posting Komentar

Loading

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More