Ritual pesugihan dengan syarat melakukan hubungan seks dengan bukan pasangan resmi atau istri, menjadi syarat untuk mendapatkan kekayaan di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah. Syarat yang tidak lazim ini, membuat prostitusi di kawasan Gunung Kemukus pun tumbuh menjamur. Lalu, bagaimana asal mulanya ada ritual semacam itu?
Setiap hari para pencari kekayaan dengan jalan pintas banyak yang datang ke Gunung Kemukus. Mereka selain melakukan ziarah juga melaksanakan ritual pesugihan. Meski ritual ini bisa dilakukan setiap hari, namun banyak peziarah yang percaya ada hari-hari tertentu membawa berkah tersendiri. Misalnya, saat malam Jumat Pon dan malam Satu Suro.
Lokasi utama yang dituju para peziarah adalah makam Pangeran Samodro dan para pengawalnya. Asal mula ramainya orang ziarah ke makam Pangeran Samodro ini, berdasarkan versi penduduk setempat, tak lepas dari cerita kesaktian Pangeran Samodro.
Pangeran Samodro merupakan putra pertama dari istri resmi Prabu Brawijoyo dari kerajaan Majapahit. Ketika beranjak dewasa, Pangeran Samodro diperintah untuk merantau ke dunia luar kerajaan untuk mencari pengalaman yang diharapkan berguna kelak bila ia menjadi raja.
Setelah merantau beberapa tahun, Pangeran Samodro kemudian kembali ke istana. Namun ia justru jatuh cinta kepada salah seorang selir ayahnya yang bernama R.A. Ontrowulan. Selir itu pun ternyata menerima cinta Pangeran Samodro. Hubungan cinta keduanya akhirnya terbongkar sehingga Prabu Brawijoyo pun marah besar. Keduanya lalu diusir dari kerajaan. Mereka menetaplah di Gunung Kemukus sebagai suami-istri dengan bahagia.
Sebelum menetap di Gunung Kemukus, mereka mengembara ke daerah yang kini menjadi Kecamatan Sumber Lawang. Salah satu tempat yang sangat disenangi oleh R.A. Ontrowulan adalah sebuah sumber air di kaki gunung yang saat ini dikenal sebagai Sendang Ontrowulan. Di tepi mata air itu pula ia sering duduk dekat pohon jati dan bermeditasi sepanjang hari. Konon, sendang itu dibuatnya dengan menancapkan sebatang tongkat ke dalam tanah.
Pada suatu waktu, R.A. Ontrowulan bermeditasi di sebuah tempat yang jauh dan memakan waktu cukup lama. Ketika itulah, Pangeran Samodro jatuh sakit hingga akhirnya meninggal dunia. Oleh penduduk Desa Blorong, jenazahnya dimandikan di Sendang dan dimakamkan. R.A. Ontrowulan yang tidak mengetahui kejadian itu, ketika kembali dijumpainya orang-orang desa yang baru saja menguburkan suaminya. Dia sangat sedih dan merasa bersalah hingga ia pun meninggal di tempat itu.
Beberapa tahun setelah meninggalnya Pangeran Samodro dan R.A. Ontrowulan, seorang tetua di desa melihat penampakan Pangeran Samodro. Dalam kedatangannya itu, dia berpesan pada orang tua itu bahwa ia akan memenuhi keinginan setiap orang yang datang ke makamnya dengan membawa bunga, dengan syarat bahwa orang yang datang itu harus memberi kesan telah mempunyai pasangan.
Demikian mitos dari pesugihan di Gunung Kemukus ini. Dalam mitos ini sendiri, sebenarnya syarat melakukan ritual seks dengan pasangan bukan resmi sebanyak 7 kali, bukanlah syarat yang terlalu penting dalam ritual pesugihan ini. Hanya saja banyak peziarah yang menafsirkan kata "dhemenane" sebagai kata "dhemenan" yang berarti pacar gelap, yaitu pria dan wanita yang bukan suami istri. Parahnya lagi,justru ritual ini seolah menjadi syarat wajib bagi peziarah agar maksudnya terkabul.
0 comments:
Posting Komentar